Sertifikasi Wartawan Dipersoalkan, IPJI Kalteng Minta Penertiban oleh BNSP

Palangka Raya, Habarkalimantantengah.com — Dukungan terhadap tuntutan Dewan Pers Independen (DPI) dan Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) soal penataan ulang dunia pers nasional terus menguat. Dari Palangka Raya, Ketua DPW Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI) Kalimantan Tengah, Pickrol Hidayat, menyuarakan kegelisahan insan pers daerah yang selama ini merasa termarjinalkan dalam sistem pers nasional.

Pickrol menyoroti persoalan krusial sertifikasi kompetensi wartawan. Alih-alih menjadi instrumen peningkatan kualitas, sertifikasi justru dinilai bergeser menjadi alat eksklusivitas. Lebih serius lagi, muncul dugaan penerbitan Sertifikat Kompetensi Wartawan (SKW) oleh lembaga yang tidak mengantongi lisensi resmi dari pemerintah maupun Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

“Jika sertifikasi dilakukan tanpa dasar hukum dan lisensi sah, ini bukan sekadar cacat administrasi, tetapi ancaman terhadap legitimasi profesi pers,” tegasnya, Rabu (17/12/2025).

Praktik tersebut dinilai berpotensi merugikan wartawan sekaligus menggerus kepercayaan publik terhadap dunia jurnalistik.

Ketimpangan paling terasa dialami wartawan media lokal, khususnya yang berada di luar organisasi konstituen Dewan Pers. Mereka kerap dipersepsikan tidak kompeten hanya karena tidak memiliki sertifikat dari jalur tertentu, bukan karena kualitas karya jurnalistiknya. Kondisi ini dinilai menciptakan diskriminasi struktural yang bertentangan dengan semangat profesionalisme pers.

Secara regulatif, sertifikasi profesi di Indonesia berada dalam satu sistem nasional dengan BNSP sebagai otoritas. Ketika kewenangan tersebut dilangkahi, standar menjadi kabur dan tata kelola pers terancam semrawut. Wartawan pun terjebak sebagai objek sistem, bukan subjek pengembangan kompetensi.

Karena itu, Pickrol menilai tuntutan agar pemerintah, termasuk Presiden RI, turun tangan adalah langkah konstitusional. Penertiban lembaga uji kompetensi dan penegasan peran BNSP dinilai mendesak untuk memulihkan kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh insan pers.

Meski demikian, Pickrol mengingatkan bahwa kehormatan pers tidak semata ditentukan oleh sertifikat. Integritas, kepatuhan pada Kode Etik Jurnalistik, dan tanggung jawab moral kepada publik tetap menjadi fondasi utama.

“Pers harus merapatkan barisan dan menjaga marwah profesi,” ujarnya.

Penataan ulang sistem sertifikasi wartawan disebut sebagai keniscayaan. Bukan untuk melayani kepentingan kelompok tertentu, melainkan demi menjaga pers nasional tetap profesional, inklusif, dan berpihak pada kepentingan publik sebagai pilar demokrasi.(red)

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال